Masa
Lalu yang Datang Kembali
Kedatangan tukang pos di kost ku
pagi ini bagaikan petir di siang bolong. Namun menurutku sepertinya ungakapan
yang paling pas adalah kolam renang di gurun Sahara. Kedatangannya sudah
mengganggu jadwal hibernasiku. Kebetulan hari ini adalah hari Sabtu, dan aku
sudah sengaja meng-cancel segala
jadwal hari ini untuk tidur pulas di kamarku yang nyaman. Ia datang membawa
sepucuk surat tanpa pengirim. Awalnya aku malas sekali membukanya. Yah, hanya
sepucuk surat yang beramplopkan warna putih, tanpa pengirim, dan didalamnya pun
hanya terdapat selembar surat warna biru muda.
Awalnya aku ragu untuk membukanya.
Apa benar ini surat untukku. Di jaman serba modern ini biasanya orang sangat
enggan bahkan tidak mau lagi menggunakan jasa tukang pos. Mereka lebih memilih
telepon seluler yang lebih praktis dan lebih cepat.
Apa mungkin surat ini salah kirim?
Tapi mengingat alamat penerimanya, jelas sekali surat ini untukku. Tak mungkin
sekali surat ini dari orang tuaku karena kami selalu menggunakan telepon untuk
berkomunikasi. Ataupun dari kampusku tempat aku kuliah, mengingat warna kertas
suratnya yang biru muda. Maka, aku putuskan untuk membukanya.
Tulisan tangan yang cukup bagus , pikirku.
Suratnya pun wangi mawar, bau yang sangat kusukai. Dan hey! Di dalamnya
terdapat kuntum mawar putih yang jatuh. Ada 7 kuntum. Apa maksudnya?
Apa? Cengeng? Sepertinya aku
familiar dengan kata-kata itu. Nama itu bukan panggilanku saat SD, SMP, SMA,
maupun kuliah. Hanya ada satu orang yang memanggilku demikian. Ah, tapi masak
iya pengirimnya adalah dia?
Rasa penasaran yang tinggi membuatku
memutuskan untuk segera membaca surat dengan tulisan yang terlalu bagus jika
pengirim surat itu adalah dia.
Masih
ingatkah kau padaku? Atau karena sampai sekarang kau masih cengeng, semua orang
jadi memanggilmu begitu? Tak ingatkah kau, bahwa kau sudah berjanji untuk tidak
sering menangis, agar hanya aku yang bisa memanggilmu cengeng. Ya, hanya aku
wahai gadis poni.
Tidak! Hanya dia yang selalu
berkelakar bahwa hanya dia yang boleh memanggilku cengeng. Dan hanya dia yang
sering menggodaku dengan sebutan gadis poni. Aku menghentikan sejenak bacaanku.
Tapi….
Sepertinya
kau sudah tahu aku ini siapa. Dan pasti kau sangat bingung sekarang kenapa aku
menulis surat untukmu. Nggak usah bingung, bodoh! Kau kangen padaku,bukan?
Makanya aku merasa seperti ada suara langit yang menyuruhku untuk menulis surat
ini. Bagaimana kabarmu sekarang?
Terpisah 11 tahun membuatku tak bisa membayangkan bagaimana rupamu saat ini.
Apakah
kamu masih suka menguncir kuda rambutmu dengan poni yang selalu membuat mata
belo milikmu sulit untuk ku tatap? Apakah kamu sampai sekarang masih suka
ngambek saat aku memanggilmu dengan nama Claudia, bukan Kiky? Apakah kamu
sampai sekarang masih suka belepotan saat makan es krim? Dan apakah kamu tetap
seorang gadis kecil yang menggemaskan dan takut dengan makhluk yang bernama
kucing? Begitu banyak pertanyaan tak habis tentangmu melintas di alam
pikiranku.
Aku
masih sangat ingat kejadian itu. Saat sepulang latihan karate aku melihatmu
menangis dikejar kucing hingga kamu terjatuh ke selokan. Aku sangat khawatir
saat itu, kau tahu? Aku segera berlari menghampirimu, membantumu keluar dari
selokan dan menggendongmu pulang. Taukah kamu? Saat itu aku sangat khawatir
terhadapmu. Kamu terluka karena cakaran-cakaran kucing dan kepalamu berdarah
terbentur selokan. Aku sudah tak menghiraukan lagi baju karate ku yang basah
akan tangismu dan terkena noda merah darah karena darah yang mengalir di
pelipismu.
Andai
kau tahu, ingin sekali rasanya saat itu aku menggantikan rasa sakitmu. Orang
tuamu tak ada di rumah. Dan kamu terus menangis dan merengek kesakitan
memanggil mamamu. Aku berusaha menenangkanmu dan mengobati lukamu. Tapi kau
terus saja menangis. Hingga saat iu aku membelai rambutmu dan kau berhenti
menangis lalu tidur di pundakku. Aku senang sekali saat itu. Aku seperti
melihat bidadari yang terlelap dengan mata indah yang membawa kesejukan Surga.
Bidadari yang terlelap dengan mata
indah yang membawa kesejukan Surga? Apa maksudnya? Sepengetahuanku, kau bukan
tipe yang yang romantis. Umur kita yang hanya terpaut 3 tahun membuat kita
saling tak mau mengalah. Padahal kau tahu sendiri, kamu yang lebih tua dan kamu
laki-laki. Aku sering menangis gara-gara aku berebut mainan denganmu, dan kamu
yang suka menakut-nakuti dengan anak kucing. Lalu peristiwa itu terjadi dan
sikapmu mulai berubah denganku. Kau menjadi kakak yang baik dan tak lagi
membawa anak kucing ke rumahku. Tapi hal itu tak belangsung lama, karena kau harus
pindah ke kota lain karena papamu dipindah tugaskan oleh kantornya.
Kau tahu? Aku sedih sekali waktu
itu. Tak mau makan, tak mau keluar kamar. Selalu menangis. Meski pun kamu
sering membuatku jengkel, tapi kau juga sering menghiburku dengan caramu yang
aneh. Aku benar-benar kehilangan saat itu. Aku sudah berusaha menghalangi
jalanmu untuk pergi. Aku bahkan menangis. Biasanya saat aku menangis kau akan
menurut keinginanmu. Namun saat itu kau malah mempercepat langkahmu,
meninggalkan aku sendiri di sini. Dan sekarang kamu datang lagi ke kehidupanku.
Karena masa lalu kita, atau kau memang benar-benar mencariku selama ini?
*****
BERSAMBUNG.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ditunggu komennya :)