Minggu, 13 November 2011

Masa Lalu yang Datang Kembali--Part II


Masa Lalu yang Datang Kembali--Part II


            “Ky, loe kenapa sih? Hello, apakah sang otak masih nangkring di kepalanya nona Kiky?”
            “Apaan sih loe Vann, nggak lucu!” sahutku sambil menyeruput dalam-dalam lemon-ice ku sampai habis.
            “Dari tadi loe nglamun mulu. Kenapa neng? Nggak sadar ya, tuh pangeran loe ngeliatin tuh dari tadi. Biasanya loe histeris gitu, kenapa sekarang jadi melempem sih”, kata Vannda sambil memukulkan gulungan kertas ke kepalaku. Aku tertawa kecil. Vannda memang belum sempat kuceritakan tentang surat beberapa hari lalu.
            Sialan juga nih anak, seenaknya aja dia nyebut cowok itu “pangeranku”. Tapi memang iya sih. Dulu aku pernah nge-fans berat dengan dia. Dia kakak tingkat kami di kampus. Dia panitia ospek di kampus kami. Cowok yang cool dengan senyum dan tatapan mata yang perfect. Dulu aku termasuk orang yang histeris saat ketemu dia dari jauh sekalipun. Sekarang? Gak tahu kenapa aku jadi mundur perlahan dari Ramaniac, sebutan untuk para fans-nya kak Rama.
            Tapi apa benar yang dibilang Vannda kalau dia daritadi ngeliatin aku melulu? Aku pun melirik dia. Tampaknya dia asyik mengobrol dengan temannya. Kalau diperhatikan, dia selalu nampak kharismatik dilihat darimana pun. Dia juga suka tersenyum, apalagi dengan satu lesung pipit di pipi kirinya. Mengingatkan aku tentang….
            Oh, Shit!! Dia melihat ke arahku. Buru-buru aku membuang muka dan menarik tangan Vannda untuk keluar dari food court dengan tatapan Oh-my-God nya karena pesanan fried potatoes nya baru saja datang.
            Saat Vannda melotot, langsung deh aku keluarkan jurus andalanku. Cokelat. Yah, cewek mungil dengan pipi yang chubby itu penggila cokelat apalagi cokelat impor. Berkurang satu deh cokelat pembelian om dari Paris. Sedihnya.. :'-(

****

            Kamar kost gue, pukul 09:00 p.m
            Lelah sekali rasanya setelah seharian mengerjakan tugas yang deadline nya tinggal beberapa hari lagi. Mataku lagi-lagi tertumbuk di meja belajar. Surat itu masih tergeletak di sana. Hmm, dia. Seperti apa dia sekarang?
            Cengeng-ku, jika kamu berkenan, temui aku hari Sabtu sore di taman kompleks perumahan dekat kampus. Jangan lupa, aku memakai sweater warna cokelat dan syal hitam. Lama sekali aku tak melihatmu. Mungkin ini bukan ajakan yang romantis, tapi maukah kamu menemuiku? Dari seseorang yang masa kecilnya kau warnai dengan keindahan.
            Hmm, kata-kata terakhir dalam surat itu masih terngiang-ngang di otakku. Kamu, bagaimana kabarmu sekarang? Apakah matamu masih berwarna cokelat dengan sorot yang begitu dalam, tenang dan membuat siapa saja tenggelam di dalamnya? Atau mungkin kamu menjadi cowok berkacamata? Apakah kamu masih terus lebih tinggi daripada aku. Apakah kamu masih suka menjahiliku dengan membawa anak kucing. Banyak sekali potongan masa lalu tentang kita singgah di otakku demi mendapat gambaran bagaimana rupamu sekarang. 11 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah perpisahan. Sepertinya kamu telah menjadi sosok yang dewasa dan tampan sekarang. Atau malah sebaliknya?

*****

            “Pak, agak cepat dong taksinya. Saya kasih uang tip deh nanti”
            “Aduh neng, bukannya nggak mau tapi neng liat sendiri kan sekarang lagi macet nih.”
            “Tapi diusahakan cepet ya pak, udah telat nih”
            Entah setan kangen tingkat apa yang merasukiku sekarang. aku mengiyakan ajakannya. Aku tak lagi memikirkan apakah benar surat itu dari dia atau tidak, dan apakah dia bercanda atau tidak. Aku sudah merelakan satu jam waktuku untuk sekedar berdandan. Yah, atasan baby doll warna hijau toska dengan bawahan rok bawah lutut warna senada dan flat shoes putih semoga saja membuatku lebih terlihat feminine dan dewasa di hadapannya.
            Akhirnya tiba juga. Taman ini masih sepi. Sejuk dan berangin. Sangat hijau dan cocok untuk berjalan-jalan. Suasananya tak begitu ramai. Hanya ada beberapa anak kecil bermain bola dan…. Hey! Apakah itu dia? Tepat di pinggir taman, di bawah pohon terdapat seorang cowok berdiri dengan motor gede-nya yang berwarna biru. Cowok yang memakai sweater cokelat dan syal hitam.
            Langkahku semakin mendekat. Sayangnya aku datang dari balik punggungnya, sehingga tidak bisa melihat dia dari depan. Dia cukup tinggi dan perawakannya tegap dan mantap. Aku masih ragu untuk memanggilnya hingga cowok itu menoleh sebelum sepatah kata pun terbuka dari mulutku untuk memanggilnya. Mataku menatapnya, matanya juga menatapku. Astaga, dia ternyata….
            “Kak Rama?? Apa yang kakak lakuin di sini?”

*****
BERSAMBUNG.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ditunggu komennya :)